Integrasi Obat dan Herbal di Rumah Sakit Indonesia

 Bahan dan pengobatan herbal atau tradisional belum bisa menggantikan pengobatan formal atau konvensional. Menurut Direktur Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif, dan Komplementer, Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu-Anak, Kementerian Kesehatan, Abidinsyah Siregar, pengobatan tradisional masih bersifat komplemen atau melengkapi pengobatan formal.

"Di rumah sakit hanya bersifat komplemen agar penyembuhannya lebih cepat," kata Abidinsyah ketika ditemui seusai rapat kerja di Hotel Ibis Jakarta, Senin, 4 Februari 2013. Menurut dia, daya tahan tubuh menjadi turun ketika dalam keadaan sakit. Obat herbal berfungsi untuk meningkatkan daya tahan tubuh agar pengobatan formal mampu bekerja optimal untuk menuntaskan penyebab penyakit yang utama.

Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, saat ini ada 63 rumah sakit dan 398 puskesmas yang juga melayani pengobatan tradisional. "Di Jakarta setidaknya ada di lima tempat, seperti RS Dharmais, RSCM, RS Persahabatan, RS AL Mintoharjo, dan RS TNI Lakespra," ujar Abidinsyah. Jika di tingkat rumah sakit bersifat kuratif atau mengobati, di tingkat puskesmas bersifat promotif dan preventif.

Abidinsyah menuturkan, promotif artinya mengajak masyarakat untuk menanam tumbuhan herbal. "Misalnya, di keluarga ada yang punya penyakit tertentu, disarankan menanam tumbuhan yang bisa meringankan penyakitnya," kata dia. Sedangkan preventif, artinya, puskesmas menyediakan bahan-bahan herbal yang sudah setengah jadi yang dikonsumsi untuk menjaga kesehatan masyarakat.

Abidinsyah mengakui bahwa kemampuan masyarakat untuk mengolah obat herbal menjadi kurang dibanding negara lain. Untuk itulah, saat ini upaya yang dilakukan berupa kurikulum ilmu kesehatan tradisional di dalam kurikulum ilmu kedokteran. "Agar dokter-dokter di Indonesia siap menerima integrasi ini," kata Abidinsyah.

Sumber: TEMPO